Ceritanya gue baru aja lulus dari SMP dan akan menginjak ke
jenjang yang lebih tinggi yaitu SMA. Pertama kali masuk sekolah untuk para
junior pasti ada namanya MOS ( masa orientasi siswa ) dan gue sebagai junior
yang polos dan tidak banyak dosa, mengikuti acara MOS ini selayaknya
para pelajar yang lain. Sebelumnya waktu SMP gue ngga tau dan males buat nyari
tau apa itu namanya cewek. Waktu itu emang gue jauh banget dari yang namanya
cewek. Sehingga temen-temen memaksa gue buat cari pacar biar ngga kudet. Temen-temen
bilang kalo gue kudet masalah cewek. Asem emang temen-temen yang model begini.
Akhirnya gue dipaksa nyari pacar untuk pertama kalinya. Nah, yang pertama kali ini
kita sebut aja namanya Tia. Gue pacaran sama dia sekitar seminggu. Iya
seminggu. Gue putus sama dia karena ‘katanya’ sms gue dengan dia dibaca
bokapnya dan bokapnya melarang dia untuk pacaran. Waktu itu gue percaya-percaya
aja. Dan sekarang gue baru sadar kalo ‘alesan’ yang kaya gitu sudah menjadi
tradisi bagi kaum hawa buat mutusin kaum adam. Dan saat gue diputusin sama dia,
gue sama sekali ngga ada sedikitpun sakit hati. Kenapa ? karena emang gue
dipaksa pacaran sama kawan-kawan biadab gue. Ngehe.
Ngga ada yang istimewa dari pacar pertama gue ini. Mengingat
hanya bertahan seminggu. Lalu ketika selesai UN, tiba saatnya gue terjebak di liburan yang
cukup panjang menunggu masuk sekolah baru. Selama liburan ini gue mencoba
mencari pacar lagi. Hingga akhinya gue dapet cewe yang kita sebut saja namanya
Aisyah ( suka-suka gue ya ngasih namanya, jangan ada yg protes ). Disini gue
ngga dipaksa sama sekali dan emang niat buat pacaran sama dia. Disinilah gue
mulai ‘berjuang’ buat dapetin cewe. Tapi ngehenya gue bertahan sama dia cuman
sehari. Iya sehari. Kenapa ? karena jarak. Dia hidup di kawasan yang berbeda
pulau dengan gue dan kata-kata yang masih gue inget dari dia adalah
“ percuma juga kalo kita pacaran, kapan ketemunya ?”
Lalu gue berpikir, kenapa dia nerima gue kalo ujung-ujungnya
bakal ngomong gini ?. Gue sedikit sakit hati karena buat dapetin dia gue juga
harus bersaing dengan temen gue sendiri. Gue tipe orang yang males buat ribut-ribut
hanya karena perempuan. Saat itu gue biarin aja si cewek yang milih gue apa
temen gue. Dan dia milih gue hehehe. Tapi cuman sehari.
Cinta ini berakhir karena jarak.
Nah saat-saat MOS gini gue dikasih tau temen gue kalo MOS
itu adalah masa-masanya nyari gebetan. Yaudah deh dengan semangat ’45 gue
melihat sana sini mencari cewek yang sesuai dengan tipe gue. Hingga pada suatu
hari, ketika matahari masih menghangatkan bumi, dedaunan berjatuhan dengan
lambat, hembusan angin yang lembut, gue ngeliat cewek yang memang tidak tipe
gue, tapi sepertinya sangat enak untuk
dipandang apalagi ditendang. Oke abaikan. Gue ngga tau namanya siapa tapi tau
mukanya. MOS pun berakhir.
Ketika gue udah masuk kelas dan belajar seperti biasa, gue
melihat cewek yang waktu itu enak untuk dipandang ada dikelas gue. Dengan
keberanian yang hanya sebesar gabah, gue mulai proses PDKT dengan dia. Proses
PDKT ini cukup singkat, hanya berlangsung seminggu. Dan kita resmi jadian. Dengan
dialah gue mulai ngerasa jatuh cinta yang sebenernya. Mengerti apa itu
perempuan dan harus diapakan mereka. Apakah disate atau dibakar. Tapi gue
memilih untuk menjaganya. Gue terlalu senang dengan hubungan yang bernama pacaran
ini. Dan gue lupa untuk mengingat bahwa ada sebuah kata yang bisa menghancurkan
indahnya suatu hubungan. Kata tersebut bernama jenuh. Awal-awalnya memang indah
hingga memasuki bulan ke 7 gue mulai ngerasa ada perubahan sama dia. Bukan, dia
ngga berubah jadi ultraman tapi sifat dia yang berubah. Dan gue jenuh dengan
sifat dia yang sekarang. Gue jadi teringat temen-temen SMP gue yang sudah
pernah berpacaran sebelumnya. Ada beberapa temen gue setelah pacaran tiba-tiba sifat mereka berubah. Yang tadinya
pendiem jadi periang, yang tadinya rajin
ibadah jadi males ibadah, yang tadinya ganteng jadi jelek, intinya berubah. Gue
tersadar bahwa cepat atau lambat sifat seseorang ketika berpacaran akan
berubah. Entah itu berubah jadi baik atau buruk. Gue udah mulai putus nyambung
sama dia. Saat memasuki bulan ke 13 gue memutuskan untuk menyudahi hubungan
ini. Gue udah terlalu lelah punya hubungan sama dia. Entah kapan mulainya, gue
merasa bahwa hanya gue yang mempertahankan hubungan ini. Banyak banget
alesan-alesan yang melayang-layang dikepala gue buat mutusin dia. Bahkan kadang
suka teringat kenangan-kenangan saat bersama dia. Tapi tetep aja tidak ada
penyesalan buat mutusin dia. Emang awalnya terasa berat dan itu wajar. Pada
akhirnya ringan seringan kapas bahkan seringan upil.
Gue mengambil pelajaran bahwa ketika sifat seseorang berubah
karena lingkungan baik teman atau keluarga atau bahkan diri kita sendiri,
apakah kita bisa menerimanya atau tidak. Ketika kita bisa menerimanya akan
terasa mudah dan indah menjalani hari bersama dia. Tapi ketika kita tidak bisa menerima dia
dengan segala sifatnya, lebih baik kita tinggalkan dia daripada merubah kembali
sifat dia seperti apa yang kita inginkan karena belum tentu dengan kita merubah
kembali sifat dia akan menjadi yang
terbaik buat dia dikedepannya nanti. Gue bukan tipe yang suka merubah sifat orang
sesuai dengan keinginan dan kenyamanan gue. Ketika gue sudah mulai tidak cocok
dengan seseorang, gue akan meninggalkannya secara perlahan tanpa merubah sifat
orang tersebut. Dan mencari seseorang yang baru. Ngga harus sesuai dengan
keinginan gue, cukup dengan gue bisa menerima sifat dia atau tidak.
Komentar
Posting Komentar